Taman Wisata Alam Pulau Bakut atau yang di singkat TWA Pulau Bakut dengan luas 15,58 ha berada di Sungai Barito tepatnya di bawah Jembatan Barito yang menghubungkan Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Tengah.
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut juga merupakan salah satu kawasan konservasi di Kalimantan Selatan yang merupakan habitat Bekantan dengan tipe ekosistem hutan mangrove. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai site monitoring spesies prioritas terancam punah Bekantan di Kalimantan Selatan sejak Tahun 2012 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala BKSDA Kalsel Nomor : SK. 1653/IV-K.23/KKH/2012 tanggal 31 Juli 2012. Penetapan ini dalam rangka pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) meningkatkan populasi spesies terancam punah sebanyak 3% dan mengacu pada peta jalan peningkatan populasi 14 spesies prioritas utama terancam punah untuk menetapkan area monitoring.
Sejarah Kawasan
Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut yang terletak di tengah aliran Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, telah ditunjuk sebagai kawasan pelestarian alam dengan fungsi taman wisata alam oleh Menteri Kehutanan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 140/Kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003 seluas ± 18,70 ha. Berdasarkan Hasil Revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, keberadaan TWA Pulau Bakut tetap dipertahankan keberadaannya sebagai kawasan konservasi sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 435/Menhut-II/2009 tanggal 23 Juli 2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan dengan luas kawasan ± 15,58 ha.
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut merupakan hunian bagi Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik Kalimantan yang merupakan maskot atau identitas provinsi Kalimantan Selatan. Bekantan merupakan satwa dilindungi dan termasuk salah satu dari 14 spesies prioritas yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57 Tahun 2008 tentang Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Barito Kuala 2011-2031, Pulau Bakut merupakan kawasan lindung dan kawasan peruntukan pariwisata yang menjadi satu paket dengan Jembatan Barito (daya tarik pemandangan sungai dan Pulau Bakut). TWA Pulau Bakut juga terintegrasi dalam Rencana Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut bertopografi datar dan merupakan kawasan hutan berbentuk pulau yang ada di tengah Sungai Barito dan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air sungai. Pada saat pasang tinggi air sungai maka hampir keseluruhan Pulau Bakut tergenangi oleh air kecuali pada areal di bawah Jembatan Barito yang tanahnya relatif lebih tinggi karena adanya bekas timbunan saat pembangunan jembatan. Kondisi geologi TWA Pulau Bakut tersusun dari batuan sedimen, jenis aluvium undak dan terumbu koral berupa pasir dan kerikil. Jenis tanahnya termasuk alluvial dengan warna abu-abu bertekstur lempung dengan kandungan humus tebal. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan TWA Pulau Bakut termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.185 mm/tahun, dan suhu rata-rata harian berkisar 27,5 – 28 oC dengan kelembaban relatif antara 79 – 88 %. Bulan Oktober sampai Mei adalah bulan basah dan bulan Juli sampai September adalah bulan kering. Jumlah hari hujan rata-rata tahunan adalah 131 hari.
Potensi Kawasan
Flora
Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut termasuk dalam tipe ekosistem hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove adalah ekosistem dengan ciri khusus dimana lantai hutannya tergenang oleh air yang dipengaruhi oleh pasang dan surutnya air sungai. Jenis flora yang tumbuh di TWA Pulau Bakut adalah Jeruju (Acanthus ilicifolius), Piai (Acrostichum aureum), Api-api (Avicennia officinalis), Putat (Barringtonia asiatica), Kelampa (Cerbera manghas), Bakung (Crinum asiaticum), Buta-buta (Excoecaria agallocha), Beringin karet (Ficus retusa), Kayu bulan (Fragraea erenulata), Jingah (Gluta renghas), Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Nipah (Nypa fruticans), Pandan (Pandanus tectorius), Rambai (Sonneratia caseolaris), dan Mirih (Xylocarpus granatum).
Fauna
Jenis fauna yang ada di TWA Pulau Bakut cukup beragam untuk kawasan yang tidak terlalu luas. Jenis fauna yang ada merupakan jenis yang biasa ditemui pada ekosistem hutan mangrove. Antara lain Burung madu ekor merah (Aethopyga temminckii), Burung madu kelapa (Anthreptes malacensis*), Wallet sapi (Collocalia esculenta), Layang-layang rumah (Delichon dasypus), Caladi belacan (Dendrocopus canicapillus), Cekakak sungai (Halcyon chloris*), Elang bondol (Haliastur indus*), Elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster*), Layang-layang batu (Hirundo tahitica), Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans), Cinenen merah (Orthotomus sericeus), Pekaka emas (Pelargopsis capensis*), Trinil pantai (Tringa hypoleucos), Bajing kelapa (Callosciurus notatus), Bekantan (Nasalis larvatus*), Kalong besar (Pteropus vampyrus), Ular air (Cerberus rynchops), Kadal (Mabouya multifasciata), Ular sawah (Phyton reticulatus), Buaya sapit (Tomistoma schlegelii*), Biawak (Varanus salvator).
Baca Juga :
Berada di tengah-tengah sungai Barito dan di bawah jembatan Barito yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah, pulau Bakut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Kalimantan Selatan dan sekitarnya. Pemandangan yang indah, udara yang segar dan kemudahan aksesnya, menjadikan pulau Bakut yang berstatus sebagai Taman Wisata Alam menjadi pilihan destinasi wisata petualangan. Tak hanya mengamati hidupan liar, pulau Bakut juga menawarkan wisata edukasi.
Berada di tengah-tengah sungai Barito dan di bawah jembatan Barito yang menghubungkan Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah , pulau Bakut menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Kalimantan Selatan dan sekitarnya. Pemandangan yang indah, udara yang segar dan kemudahan aksesnya, menjadikan pulau Bakut yang berstatus sebagai Taman Wisata Alam menjadi pilihan destinasi wisata petualangan. Tak hanya mengamati hidupan liar, pulau Bakut juga menawarkan wisata edukasi.
Pulau Bakut merupakan lokasi pilihan untuk mengembalikan bekantan hasil tangkapan dari masyarakat sekitar ke habitatnya. Sehingga populasi satwa berhidung panjang ini meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil monitoring Balai KSDA Kalimantan Selatan, sampai dengan bulan April 2021 terdapat sekitar 120 ekor bekantan. Angka ini meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang hanya 85 ekor. Jalur tracking sepanjang 650 meter tersedia untuk para pengunjung yang ingin berkeliling menikmati hijaunya Pulau Bakut. Jika beruntung, wisatawan bisa menyaksikan secara langsung sekelompok bekantan duduk manis di pohon. Waktu yang tepat untuk menyaksikan keluarga Monyet Belanda ini adalah pagi atau sore hari saat mereka beraktivitas mencari makan. Guide lokal dan petugas Resort Pulau Bakut dengan senang hati bersedia memandu dan menjawab pertanyaan pengunjung yang ingin mengetahui bekantan lebih jauh. Dengan segala potensinya tersebut, Pulau Bakut tidak hanya menjadi tujuan untuk berwisata, tetapi juga merupakan pilihan tepat untuk mencari referensi penelitian, mengerjakan tugas sekolah/kampus dan juga wisata edukasi lainnya.
Selain itu, ketika berada di Pulau Bakut, pengunjung bisa menyaksikan pemandangan alam dengan latar belakang jembatan Barito yang berdiri kokoh. Pengunjung bisa hanya jalan santai sambil menikmati udara segar dan sesekali berswafoto dengan latar belakang hutan hijau dan jembatan Barito yang membentang. Selain itu tersedia dua menara pengawas setinggi kurang lebih 15 meter jika pengunjung ingin menyaksikan bentang kawasan Pulau Bakut dari ketinggian. Hijau hutan dan biru langit akan mendominasi pemandangan sejauh mata memandang.
Pengunjung lokal yang ingin berwisata di TWA Pulau Bakut cukup membayar karcis masuk sebesar Rp. 10.000 pada hari biasa dan Rp. 12.500 pada hari libur. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara harga tiket masuk sebesar Rp. 100.000 untuk hari biasa dan Rp. 150.000 untuk hari libur. Sebagian dari harga tiket masuk disetorkan ke negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, sedangkan sebagian lainnya dikelola oleh kelompok masyarakat binaan BKSDA Kalimantan Selatan. Jangan lupa, tempat wisata ini tutup pada hari Jum’at untuk pemulihan habitat dan bekantan serta untuk membersihkan dan memperbaiki sarana prasarana.
Ada dua alternatif jika mau berkunjung ke pulau Bakut. Pertama, pengunjung cukup berkendara selama 1,5 sampai dengan 2 jam menuju Desa Marabahan Baru, Kec. Barito Kuala. Di ujung jembatan Barito terdapat parkiran luas tempat pengunjung bersiap-siap menyeberang ke Pulau Bakut. Kelotok atau perahu kayu masyarakat siap mengantarkan pengunjung dengan tarif Rp. 10.000 per orang pergi pulang, dengan waktu perjalanan sekitar 5 menit saja. Dari tepian ini pula, pengunjung dapat menyaksikan hijaunya Pulau Bakut. Selanjutnya, pilihan kedua adalah dengan menyusuri Sungai Martapura hingga Sungai Barito untuk menjangkau Pulau Bakut selama kurang lebih satu hingga dua jam. Perjalanan susur sungai ini akan memberikan pengalaman yang mengesankan; melaju di air beratapkan langit biru, perjumpaan dengan kapal kecil hingga tongkang pengangkut batu bara dan juga aktivitas warga yang tinggal di pinggiran sungai. Jika memilih rute ini, jangan lupa siapkan topi dan kacamata hitam untuk melindungi kepala dan mata dari sinar matahari.
Baca Juga : Taman Wisata Alam Pulau Kembang