Taman Wisata Alam Gunung Permisan – Bagi pecinta wisata petualangan, menjelajahi hutan sambil mengamati ekosistem yang ada di dalamnya tentu menjadi aktivitas yang menyenangkan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan kawasan hutan yang sangat luas dan menjadi habitat dari berbagai flora dan fauna langka, kerap menjadi salah satu tujuan wisata petualangan tak terkecuali hutan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Permisan di Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan.
Secara administratif, kawasan TWA Gunung Permisan terletak di Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan secara geografis terletak di 105?55’00” – 106?55’00” Bujur Timur dan : 02?37’30” – 02?34’00” Lintang Selatan.
Luas TWA Gunung Permisan berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : SK. 580/ Menlhk/ Setjen/PLA.2/7/2016 tanggal 27 Juli 2016 tentang Penetapan fungsi dalam fungsi pokok kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai Hutan Taman Wisata Alam Gunung Permisan, di Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung seluas ± 3.149.69 hektar. Desa yang berbatasan langsung dengan TWA Gunung Permisan yaitu Desa Sebagin, Desa Rajik, Desa Permis, Desa Gudang, dan Desa Simpang Rimba. Aksesibilitas untuk mencapai lokasi TWA Gunung Permisan dari Kota Pangkal Pinang menuju ke Kabupaten Bangka Selatan sejauh 1 jam sampai Desa Gudang. Jarak Desa Gudang ke batas kawasan sejauh 500 mBatas-batas kawasan TWA Gunung Permisan sebagai berikut:
Utara : Desa Rajik Kecamatan Simpang Rimba
Selatan : Desa Sebagin Kecamatan Simpang Rimba
Timur : Desa Gudang dan Desa Simpang Rimba Kec. Simpang Rimba
Barat : Desa Permis Kecamatan Simpang Rimba
Baca Juga :
Kepulauan Bangka Belitung merupakan geopark atau taman bumi. Kepulauan ini merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Besar, yang muncul ke permukaan laut sekitar 15-30 juta tahun lalu hasil aktivitas vulkanis dan tektonis. Kepulauan ini juga dikenal bagian dari “granite belt”, yakni batuan granit yang kaya akan mineral cassiterite atau “the tin belt” yang terangkai dari Myanmar, Thailand, Malaysia, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, hingga Pulau Karimata.
Namun, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO baru menetapkan Geopark Belitong sebagai UNESCO Global Geopark pada Sidang ke-211 Dewan Eksekutif UNESCO pada 15 April 2021 lalu. Sementara geopark Pulau Bangka belum ditetapkan UNESCO sebagai geopark dunia.
Selama empat hari [28 April-2 Mei 2021], Mongabay Indonesia menelusuri sejumlah geopark yang berada di Pulau Bangka. Yakni geopark Bukit Penyabung [Kabupaten Bangka Barat] dan Gunung Permisan [Kabupaten Bangka Selatan].
Di Pulau Bangka terdapat sembilan geopark: Bukit Penyabung, Pantai Bembang, Pantai Jerangkat, Pantai Penganak, Tanjung Tengkalat, Pantai Punggur Puing, Gunung Permisan, Sungai Olin, dan Pantai Tapak Dewa.
Potensi Keanekaragaman Hayati.
Potensi flora yang ada di TWA Gunung Permisan antara lain tumbuhan berkayu seperti nyatoh (Palaquium spp), jelutung (Dyera sp), ketapang (Terminalia catappa), medang (Cinnamomum spp), embacang (Mangifera indica), pelawan (Tristaniopsis merguensis), bintangur (Calophyllum spp), nyamplung (Calophyllum inophyllum), waru (Hibiscus tiliaceus), durian (Durio spp), gaharu (Aquilaria malaccensis), seru (Schima wallichii), cempedak (Artocarpus Integer), pandan (Pandanus sp), jengkol (Archidendron pauciflorum), dan meranti (Shorea sp).
Sedangkan potensi fauna yang teridentifikasi antara lain monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Trachypithecus sp), tarsius (Tarsius bancanus bancanus), beruk (Macaca nemestrina), kancil (Tragulus kanchil), musang (Paradoxurus hermaphroditus), trenggiling (Manis javanica), elang (Haliaeetus leucogaster), babi hutan (Sus scrofa), bajing (Callosciurus notatus), kura-kura, serta berbagai jenis burung, kupu-kupu, dan ular, salah satunya ular viper hijau (Trimeresurus barati).
Potensi Wisata Alam.
Di dalam kawasan TWA Gunung Permisan terdapat 5 (lima) bukit yaitu Bukit Nenek, Bukit Nangka, Bukit Meninjen Tua, Bukit Meninjen Muda, dan Bukit Jering.
Namun yang memiliki daya tarik tersendiri adalah Bukit Nenek karena adanya goa yang terdapat di puncak bukitnya dan batu yang terbelah serta dataran di puncak bukit untuk melihat pemandangan sekitarnya. Untuk melakukan pendakian membutuhkan waktu sekitar ± 2 jam pendakian.
Kawasan TWA Gunung Permisan memiliki 5 (lima) bukit yaitu Bukit Nenek, Bukit Nangka, Bukit Meninjen Tua, Bukit Meninjen Muda, dan Bukit Jering. Selain itu terdapat gua sebagai tempat wisata religi oleh beberapa masyarakat sekitar. Potensi jasa lingkungan berupa jasa lingkungan air yaitu terdapat beberapa anak sungai di dalamnya. Potensi wisata yang dapat dikembangkan kawasan ini yaitu wisata gua di puncak Bukit Nenek yang sering dikunjungi masyarakat sekitar.
Tracking untuk mencapai Puncak Bukit Nenek cukup terjal dengan berjalan kaki ± 1 Jam. Disekeliling track pendakian ditumbuhi berbagai jenis pohon seperti nyatoh (Palaquium spp.), jelutung (Dyera sp.), medang (Cinnamomum spp.), melanding, embacang (Mangifera foetida), dan pelawan (Tristaniopsis merguensis) yang membuat udara sangat segar. Pengunjung yang melakukan tracking pada pagi hari akan menemui kabut dingin nan sejuk di dalam kawasan TWA Gunung Permisan. Selain itu, masih banyak dijumpai fauna seperti ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Trachypithecus sp.), tarsius (Tarsius bancanus), beruk (Macaca nemestrina) dan berbagai jenis burung yang akan menemani perjalanan pengunjung menuju puncak Bukit Nenek. Sesampainya di puncak Bukit Nenek, pengunjung akan disuguhi pemandangan alam yang sangat indah. Hamparan Hutan di depan puncak Bukit Nenek sangat hijau dan udara yang sangat segar.
Menjelajahi Hutan TWA Gunung Permisan khususnya di puncak Bukit Nenek memang menjadi aktivitas yang menyenangkan. Tidak heran jika para peneliti dan pecinta wisata petualangan, baik dari dalam maupun luar negeri, berbondong-bondong ingin menjamah dan mengagumi hutan Indonesia. Sudah selayaknya masyarakat Indonesia menjadikan hutan sebagai bagian penting dalam kehidupan, dengan selalu menjaga dan melestarikannya.
Aksesibilitas
Untuk menuju TWA Gunung Permisan dapat ditempuh melalui jalan darat dengan kendaraan umum/pribadi, jarak Kota Pangkal Pinang – Kecamatan Simpang Rimba Desa Gudang ± 120 km dengan waktu tempuh ± 2 jam perjalanan. Dari Desa Gudang menuju kawasan hanya menempuh jarak ± 500 meter.
Baca Juga :
Geopark Gunung Permisan di Kabupaten Bangka Selatan, merupakan gugusan bukit. Yakni Bukit Nenek, Bukit Batu Kepale, Bukit Nangka, Bukit Putus, Bukit Meninjon Muda, Bukit Meninjon Tue, Bukit Mengkubung, Bukit Jering, dan Bukit Cek Antak. Bukit-bukit ini merupakan tumpukan batu granit beragam bentuk yang menjadi bukit. Dari sejumlah bukit tersebut, Bukit Nenek yang tertinggi, yakni 380 meter.
Pada sebuah kelekak [kebun] durian di Gunung Permisan, diperkirakan tempat menetap Akek Antak. Tokoh legenda yang dikenal masyarakat Bangka sebagai “orang sakti” yang hidup sekitar abad ke-10.
Kawasan hutan di geopark Gunung Permisan ditetapkan pemerintah sebagai Taman Wisata Alam [TWA] Gunung Permisan seluas 3.149,69 hektar. Berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK. 580/Menlhk/Setjen/PLA.2/7/2016 tanggal 27 Juli 2016 tentang Penetapan fungsi dalam fungsi pokok kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai Hutan Taman Wisata Alam Gunung Permisan, di Kabupaten Bangka Selatan.
Kawasan TWA ini berbatasan dengan Desa Sebagin, Desa Rajik, Desa Permis, Desa Gudang dan Desa Simpang Rimba.
Desa Gudang merupakan desa yang sangat dekat dengan TWA Gunung Permisan. Desa ini berbatasan langsung dengan Bukit Nenek, Bukit Batu Kepale, Bukit Cek Antak, Bukit Putus, dan Bukit Nangka.
“Semua bukit itu memiliki hubungan dengan kehidupan masyarakat di Desa Gudang,” kata Kulul Sari [50], pegiat budaya dan seorang pendidik, yang menetap di Desa Gudang, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [01/5/2021].
Misalnya Bukit Nenek, masyarakat Desa Gudang dan sekitarnya yang hingga saat ini masih melakukan sesajian atau sedekah sebagai rasa syukur kepada Tuhan YME. Saat sedekah, mereka membawa hasil perkebunan dan pertanian, termasuk membakar getah gaharu, yang diiringi sejumlah doa.
Disebut Bukit Nenek, karena bukit ini dipercaya didiami dua saudara yakni perempuan cantik sakti, yang masih hidup sampai sekarang. Penyebutan “nenek” sebagai penghormatan dua perempuan bersaudara tersebut.
Bukit Cek Antak merupakan bukit tempat Cek Antak menghukum pengikut setianya yang berkhianat yakni Ular Tedung, yang telah membunuh isteri Cek Antak. Sementara Bukit Batu Kepale, merupakan lokasi masyarakat purba dan lokasi pertemuan atau perundingan masyarakat masa lalu.
Mongabay Indonesia memutuskan melakukan pendakian ke Bukit Batu Kepale yang tingginya sekitar 300 meter dari permukaan laut. Di puncak bukit ini terdapat ceruk seperti goa dari tumpukan baru granit, yang ditemukan gambar cadas/rock art, tradisi lukisan atau gambar Austronesia.
Minggu [02/5/2021] pagi, di tengah hujan gerimis Mongabay Indonesia menuju Bukit Batu Kepale. Memasuki kawasan hutan ini dimulai dengan hadirnya kelekak [kebun] yang ditumbuhi beragam jenis tumbuhan, seperti durian, petai, gaharu, jelutung, serta beberapa kebun lada.
Sekitar 100 meter menuju puncak Bukit Batu Kepale, ditemukan beragam jenis pohon seperti nyatoh, beragam medang, pelawan, serta sejumlah anggrek, keladi, aren, philodendron, rotan, dan pakis-pakisan.
Belum ada jalur tetap menuju puncak bukit, sehingga pendakian dengan kemiringan bukit sekitar 80 derajat bergantung pada akar pohon dan tumpukan batu.
“Dulu hutan ini menjadi perambahan warga, umumnya dari luar desa. Tapi sekarang tidak ada lagi yang merambah, sebab masyarakat turut melarangnya sejak ditetapkan sebagai TWA,” kata Kulul Sari, guru di sebuah sekolah menengah pertama negeri di Desa Simpang Rimba.
Puncak Bukit Batu Kepale berupa sebuah batu granit berdiameter 50 meter, berbentuk lempengan, yang disanggah sejumlah batu beragam ukuran. Salah satu ujung lempengan batu ini menyerupai kepala kura-kura yang menghadap timur atau Desa Gudang.
Di antara tumpukan batu yang menyanggah lempengan batu besar tersebut terdapat ceruk menyerupai gua. Pada empat permukaan batu granik, terdapat lima lukisan atau gambar manusia purba [Austronesia].
Rock Art dan pertemuan
Lima gambar cadas yang terlukis pada lima batu granit tidak menampakan figuratif yang jelas, seperti tanaman, hewan, atau lainnya. Gambar cadasnya seperti goresan dengan warna merah. Misalnya garis melengkung, gelombang atau persilangan garis.
Tafsir sementara terhadap gambar cadas ini, menurut Sigit Eko Prasetyo, arkeolog dari Balar [Balai Arkeologi] Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia, merupakan gambar cadas dengan gaya nonfiguratif.
“Belum diketahui secara pasti usia lukisan manusia purba tersebut, tapi ini membuktikan sudah ada manusia purba di Pulau Bangka,” kata Sigit.
Gambar cadas berwarna merah, merupakan temuan keempat tradisi gambar cadas Austronesia di Indonesia bagian Barat, setelah di Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Barat. Sementara warna merah, merupakan temuan kedua setelah penemuan gambar cadas di Gua Harimau, Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU], Sumatera Selatan.
Terjaganya gambar cadas di Bukit Batu Kepale, kata Kulul, karena masyarakat memandang goa tersebut merupakan tempat sakral. “Dulunya tempat ini merupakan pertemuan warga untuk membahas berbagai hal, termasuk pertemuan sebelum melakukan sedekah atau sesajian ke Bukit Nenek,” jelasnya.
Adanya kepercayaan [legenda] atau tradisi sedekah bukit, membuat keberadaan batuan di Gunung Permisan relatif aman dari penambangan batu. “Tidak ada warga asli yang berani. Entah para pendatang,” jelasnya.
Lada, durian, dan gaharu
Wilayah Geopark Gunung Permisan, meskipun diperkirakan kaya akan timah, tapi sejak dulu bebas dari penambangan.
“Setahu saya, termasuk cerita dari para orangtua, tidak pernah dilakukan penambangan timah di wilayah perbukitan di Gunung Permisan. Masyarakat hidup makmur dari berkebun lada, durian, dan jelutung,” jelas Doni Al Maleeq, pegiat budaya dari Desa Simpang Rimba, kepada Mongabay Indonesia, Minggu [02/5/2021].
Menariknya, kata Doni, sebagian besar masyarakat yang menetap di sekitar Gunung Permisan merupakan keturunan para pekerja tambang yang didatangkan Kesulatan Palembang atau pemerintah Hindia Belanda, seperti dari Johor, Malaysia.
“Mereka hidup harmonis dengan masyarakat setempat yang sangat arif dengan lingkungan. Mereka mengembangkan ekonomi lestari atau tidak merusak alam, memanfaatkan hasil hutan seperti kayu gaharu, getah jelutung, berkebun lada, dan berkebun buah hutan seperti durian.”
Diakui Doni, saat ini, di sekitar Gunung Permisan, terutama dataran rendah, pesisir, dilakukan penambangan timah. Tapi para penambang, terutama tambang inkonvensional, dilakukan para pendatang, baik dari wilayah lain di Pulau Bangka maupun dari Sumatera dan Jawa.
Beragam satwa
Geopark Gunung Permisan merupakan rumah bagi beragam satwa khas Bangka, seperti mentilin atau tarsius bangka, kukang, trenggiling, kijang, kelinci, binturong, beragam jenis ular, kalong, dan beragam jenis burung.
“Namun satwa tersebut mulai berkurang akibat diburu, terutama kijang, kelinci, kukang, trenggiling, binturong, serta sejumlah burung,” kata Kulul.
Selama perjalanan ke Bukit Batu Kepale, Mongabay Indonesia hanya menemukan kupu-kupu serta mendengar suara burung. Salah satunya murai batu, yang disebut warga lokal “serunting sakti”.
“Disebut begitu karena anak burung itu dapat sembuh atau hidup kembali meskipun kepalanya patah. Biasanya bersarang di buluh perindu,” kata Kulul.
Apa itu bulu perindu? Dikutip dari Wikipedia, adalah sejenis bambu dengan nama latin [Bambusa magica] yang sering dibuat seruling karena mengeluarkan suara merdu.
“Tidak adanya binatang buas karena hutan di sini, termasuk hutan di Pulau Bangka dan Belitung terdapat kayu atau pohon tas atau kayu hujan panas [Annonaceae Goniothalamus Velutinus]. Kayu ini masih banyak di kawasan Gunung Permisan. “Jadi menjaga hutan juga menjaga keberadaan kayu tas,” lanjutnya.
Hutan di Gunung Permisan merupakan wilayah yang masih terjaga di Pulau Bangka. “Hutan di sana masih cocok sebagai habitat satwa liar,” kata Langka Sani, Ketua PPS [Pusat Penyelamatan Satwa] Alobi [Animal Lover Bangka Belitung Island] kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [01/5/2021].
Setahun lalu, 26 Februari 2020, PPS Alobi bersama BKSDA [Balai Konservasi Sumber Daya Alam] Sumatera Selatan melepasliarkan delapan satwa di Gunung Permisan, tepatnya di Bukit Nenek. Yakni dua ekor burung elang brontok, dua ekor kukang, dan satu ekor trenggiling.
Baca Juga : Taman Wisata Alam Pulau Sangiang