Taman Wisata Alam Batu Angus

Taman Wisata Alam Batu Angus

Share This Post

  TWA Batuangus merupakan kawasan konservasi yang menjadi bagian dari Cagar Alam Duasudara, Bitung. Dengan luas 648,57 hektar, kawasan ini merupakan habitat penting bagi berbagai flora dan fauna endemik.

  • Di TWA Batuangus, wisatawan dapat menyaksikan perpaduan panorama alam yang sangat memukau: gunung Batuangus, bebatuan lava maupun pulau dan selat lembeh. Destinasi wisata ini juga menjadi opsi bertualang untuk menemukan satwa liar endemik di Sulawesi Utara, seperti yaki.
  • Pemerintah kota Bitung dan BKSDA Sulawesi Utara berniat memaksimalkan potensi pariwisata di TWA Batuangus. Mereka berharap, terdongkraknya angka wisatawan ke kawasan itu berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendukung agenda pelestarian lingkungan.
  • Sebagai upaya memperkuat keterlibatan di sektor pariwisata, masyarakat di sekitar TWA Batuangus dinilai perlu membekali diri, salah satunya dengan mengeksplorasi pengetahuan dan kemampuan manajemen pariwisata.

 

Bebatuan hitam terhampar di Taman Wisata Alam (TWA) Batuangus, Bitung. Ratusan tahun lalu, 1820-1880, gunung parasiter Batuangus mengeluarkan lava yang mempengaruhi hingga tanjung tepi pantai. Fenomena alam yang terjadi hampir dua abad lalu itu, kini telah dan berpotensi menarik lebih banyak wisatawan lokal dan mancanegara.

TWA Batuangus merupakan kawasan konservasi yang menjadi bagian dari Cagar Alam Duasudara. Dengan luas 648,57 hektar, TWA Batuangus merupakan habitat penting bagi berbagai flora dan fauna endemik.

Di sini, wisatawan dapat menyaksikan perpaduan panorama alam yang sangat memukau: gunung Batuangus, bebatuan lava maupun pulau dan selat lembeh. Hebatnya lagi, lanskap alam tadi dapat diabadikan dari beberapa titik, misalnya jembatan vulkanik, wilayah perbukitan hingga rumah pohon.

Selain itu, membingkai keindahan alam bisa dilakukan dengan berbagai cara. Menggunakan bantuan drone atau kamera ponsel tak akan mengurangi keindahan alam di TWA Batuangus. Sehingga, destinasi ini adalah garansi untuk mendapat pengalaman wisata yang menarik.

Gilang Putra, pehobi foto dari kota Bitung mengatakan, pesona bawah laut dan karakter pantai yang unik merupakan perpaduan istimewa untuk memuaskan hasrat pehobi foto. Kerikil hitam dan bebatuan vulkanik menjadi corak yang membedakan pantai Batuangus dengan pantai-pantai lain di Bitung maupun Sulawesi Utara.

“Kalau di pantai lain di kota Bitung pasirnya hitam, mungkin pulau Lembeh yang pasir putih, tapi di Batuangus pantainya berkerikil dan ada bekas lava. Ini yang membedakan dari pantai-pantai lain. Ini surga bagi fotografer lanskap,” ujar Gilang kepada Mongabay Indonesia di TWA Batuangus, Sabtu (23/11/2019).

 

Tak hanya menjadi destinasi wisata dan memuaskan keterampilan fotografi, TWA Batuangus juga kerap kali dimanfaatkan sebagai lokasi pilihan untuk menempuh sesi foto pra nikah. Pasangan calon suami-istri dapat memanfaatkan perairan yang dikelilingi pepohonan, sebuah pulau yang dinamakan pulau cinta ataupun rumah apung sebagai latar fotonya.

Di samping panorama-panorama tadi, menyaksikan satwa endemik Sulawesi dan Sulawesi Utara menghadirkan tantangan tersendiri. Sebab, dibanding TWA Batuputih, satwa seperti Macaca nigra (yaki) perlu energi dan ketabahan untuk ditemukan di TWA Batuangus.

Meski demikian, keadaan tersebut tetap dianggap potensial untuk menarik kunjungan wisatawan. Harry Hilser, pegiat konservasi dari Yayasan Selamatkan Yaki menilai, walau tak semudah menyaksikan yaki di TWA Batuputih, pariwisata hidupan liar di TWA Batuangus dapat menarik wisatawan dengan minat khusus.

“Itulah kelebihannya. Menyaksikan satwa liar di sini tidak mudah, sehingga orang akan lebih tertantang, puas dan bangga ketika berhasil melihat yaki. Maka, petualangan bisa jadi konsep pariwisata di TWA Batuangus,” terang Harry.

Pariwisata dan Pelibatan Masyarakat

Pemerintah kota Bitung dan BKSDA Sulawesi Utara berniat memaksimalkan potensi pariwisata di TWA Batuangus. Mereka berharap, terdongkraknya angka wisatawan ke kawasan itu berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta mendukung agenda pelestarian lingkungan.

Termutakhir, pemerintah kecamatan Aertembaga, Kota Bitung, menyelenggarakan Batuangus Nature Fest, 23-24 November 2019. Rolien Dipan, Camat Aertembaga mengatakan, Batuangus Nature Fest adalah kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan industri dan pelaku pariwisata yang berbasis alam liar, serta menerapkan manajemen pariwisata yang berkelanjutan di kota Bitung.

Selain itu, kegiatan ini diharap dapat menjadi Eco Festival khas di kota Bitung untuk menarik wisatawan, dan menghasilkan dampak lanjutan yang berkontribusi meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat.

“Kegiatan ini merupakan kegiatan perdana yang nantinya akan dijadikan calender of event di Kecamatan Aertembaga. Harapannya, pemerintah dapat menganggarkan untuk festival di tahun berikutnya,” ujar Rolien.

Upaya mendukung pengembangan pariwisata TWA Batuangus juga dilakukan Pemerintah Kota Bitung. Maximilian Lomban, Walikota Bitung mengatakan, dukungan itu bisa dilihat dari pengembangan infrastruktur jalan dari pusat kota hingga ke Kecamatan Aertembaga.

Selain itu pemerintah kota Bitung juga sedang merancang program pemberdayaan masyarakat sekitar TWA Batuangus. Melalui program pemberdayaan itu, Lomban berharap, masyarakat dapat melibatkan diri secara aktif dalam sektor pariwisata.

“Dinas pariwisata kami sedang membuat masterplan untuk mengedukasi masyarakat supaya betul-betul terlibat dalam pariwisata untuk menyongsong Bitung, Minut dan Manado sebagai Bali kedua. Kemudian masterplan pariwisata kami sedang dipersiapkan setelah rencana tata ruang kami dievaluasi dan ditetapkan,” terangnya saat membuka acara Batuangus Nature Fest.

Demi memaksimalkan pengembangan pariwisata khususnya di TWA Batuangus, diperlukan sinergitas antara Pemerintah Kota, BKSDA Sulut sebagai otoritas pengelola kawasan serta pihak swasta. Dia berharap, sinergitas itu dapat terwujud dikemudian hari sehingga masyarakat dapat memperoleh lapangan kerja di sektor pariwisata.

“Bitung, Minahasa Utara dan Manado, dijanjikan Presiden sebagai Bali kedua. Akan ada investasi besar-besaran. Akan ada KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Pariwisata di Likupang. Tapi orang juga akan datang ke Bitung dan Manado. Sehingga kita wajib menciptakan destinasi agar mereka mau datang lagi,” jelas Lomban.

Sementara, Noel Layuk Allo, Kepala BKSDA Sulawesi Utara mengatakan, upaya melibatkan masyarakat dalam sektor pariwisata telah dimulai lewat pembentukan 13 Lembaga Konservasi Kelurahan (LKK) dan Kecamatan.

“BKSDA Sulut juga sudah mencanangkan pengembangan TWA agar tertata dengan membuat blocking di setiap kawasan, mana yang bisa dan mana yang tidak bisa (diintervensi ekonomi). Ada ruang publik, ada pengembangan usaha, sekaligus untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pariwisata,” ujarnya.

Menurut Noel, dua tahun terakhir terjadi kenaikan signifikan pada pariwisata di TWA Batuangus dan TWA Batuputih. Penilaian itu dibuktikan dengan meningkatnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang nyaris menyentuh 200 persen atau hampir Rp1 miliar.

“Kunjungan wisatawan 40ribu orang pertahun, tapi tahun ini kami belum lihat. Untuk lokal banyak di TWA Batuangus, kalau mancanegara banyak di TWA Batuputih,” masih diterangkan Noel.

Manajemen Pariwisata

Sebagai upaya memperkuat keterlibatan di sektor pariwisata, masyarakat di sekitar TWA Batuangus dinilai perlu membekali diri, salah satunya dengan mengeksplorasi pengetahuan dan kemampuan manajemen pariwisata.

Alfons Wodi, Koordinator LKK Batuputih menilai, TWA Batuangus merupakan destinasi wisata alam yang lengkap. Masyarakat sekitar harusnya dapat berperan penting dalam mengembangkan sejumlah atraksi pariwisata di darat maupun di laut.

“Karena ketika pariwisata maju, masyarakat sudah harus siap. Sekarang mereka (masyarakat di sekitar TWA Batuangus) baru mau mulai. Sekarang belum ada homestay, yang ada resort yang bukan dimiliki oleh warga. Sehingga, warga perlu membekali diri dengan pelatihan pemandu wisata, mengelola homestay, juga pengelolaan pariwisata yang rapi dan terstruktur.”

Langi Pontoh, Warga Kasawari yang berdagang di dalam TWA Batuangus berharap, pengembangan pariwisata di kawasan itu dapat lebih dimaksimalkan. Dia menilai, dukungan pemerintah dan swasta bisa meningkatkan jumlah wisatawan dan menambah pendapatan masyarakat sekitar.

“Mungkin dengan masuknya investor, maka masyarakat bisa dapat lapangan pekerjaan. Kalau pemerintah mengelola, mungkin tempat ini lebih bagus. Kalau hanya masyarakat, ya, tidak seberapa,” pungkasnya.







Jelajah Taman Wisata Alam Batu Angus, Cagar Alam Duasudara Kota Bitung

“Taman Wisata Alam Batu Angus merupakan salah satu kawasan wisata di kota Bitung selain Taman Wisata Batuputih di bagian utara. TWA Batu Angus termasuk dalam daerah cagar alam Duasudara, yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara.”

Oke, itu informasi singkat yang bisa kita dapatkan jika mau sedikit searching di Wiki ataupun website resmi Kementerian Kehutanan.

Taman Wisata Alam Batu Angus sebenarnya sudah cukup lama ditetapkan sebagai kawasan wisata. Dalam data resmi Kemenhut, taman wisata ini ditetapkan pada tahun 1981.

Lebih dari 30 tahun hadir sebagai bagian dari cagar alam Duasudara, taman wisata ini mulai booming sejak maraknya foto-foto tempat ini hadir di media sosial beberapa waktu belakangan ini, seiring juga dengan meningkatnya alayer traveler dadakan yang mengejar setoran foto hits di media sosial.

Fix sudah dua kali saya mengunjungi kawasan wisata Batu Angus ini *bangga*, kali pertama datang pengunjung yang ada belum terlalu banyak, mungkin hanya beberapa kelompok yang mengunjungi tempat ini.

Kali kedua datang semuanya berubah drastis, padahal belum juga sebulan berlalu. Kawasan wisata Batu Angus ini bagaikan pasar malam di siang hari, orang yang datang membludak. Tapi yah, rasanya itu hal yang wajar di saat gencarnya filter Instagram melanda kehidupan umat haha.

Bagi yang belum tahu, kota Bitung adalah sebuah kota pelabuhan di Sulawesi Utara, sekitar 45 km jaraknya dari ibukota prov, Manado. Kota yang hanya memiliki dua musim ini yaitu musim panas dan musim panas sekali hehe, memiliki segudang potensi wisata salah satunya adalah taman wisata Batu Angus.

Lokasi tempat ini tepatnya terletak di kelurahan Kasawari, Kecamatan Aertembaga. Kamu bisa menggunakan kendaraan pribadi atau sewaan untuk menuju alamat tersebut karena belum ada jalur angkutan umum menuju ke sana.

Ketika kamu menggunakan Google Maps sebagai penunjuk jalan ke arah Batu Angus, hati-hati karena kamu mungkin akan diarahkan menuju ke kelurahan Pinangunian. Pada dasarnya memang ada jalan dari arah Pinangunian ke Kasawari, tapi bagi yang belum tahu malah bisa tersesat.

Ketika naik dari arah Pasar Winenet, melewati SMPN 7 Bitung jalan yang ada akan semakin menanjak, tapi hanya satu jalur saja.

Nantinya kamu akan menemui pertigaan yang ditandai dengan papan himbauan pemerintah untuk melindungi satwa khas Sulawesi, yaki, silakan ambil jalan ke kanan karena jika lurus kamu akan menuju ke kelurahan Pinangunian tadi.

Setelah itu ikuti saja jalan tersebut yang langsung mengantarkan kamu ke kelurahan Kasawari tadi.

Sebagai kawasan yang dilindungi, areal wisata Batu Angus ini juga dijaga oleh beberapa personil dari polisi kehutanan.

Mengapa Batu Angus?

Mengapa dinamakan Batu Angus? Karena ternyata rata-rata di sini semua batu-batunya berwarna hitam legam seperti hangus terbakar. Itu bisa kita jumpai di tepian pantainya.

Jika pantai pada umumnya terdapat pasir yang halus, nah di sini kamu akan menemukan pantai yang penuh dengan batu kerikil hitam legam di sepanjang garis pantainya.

Menariknya, Taman Wisata Alam Batu Angus memiliki sodara kembar, namanya Taman Wisata Alam Batu Putih yang terletak di bagian utara kota Bitung. Sungguh penamaan yang unik bukan. Keduanya mungkin seperti dua saudara saja persis nama cagar alamnya :D, dan juga persis nama blog ini hehe.

Jalur Trekking

Kelurahan Kasawari juga memiliki beberapa objek wisata selain Batu Angus, diantaranya adalah Pantai Kasawari. Begitu tiba di kelurahan Kasawari, kamu bisa menanyakan arah ke penduduk sekitar karena lokasinya sendiri tidaklah jauh dari pemukiman penduduk.

Oh ya untuk biaya masuknya dipungut Rp.5 ribu per orang, setiap pengunjung kemudian akan diberikan stiker taman wisata ini. Dari pos penjagaan menuju lokasi seperti di foto-foto di atas, jaraknya lumayan jauh. Menurut penjaga yang ada, kurang lebih 3 km harus kita tempuh untuk mencapainya.

Disarankan membawa sepeda motor untuk meneruskan perjalanan ke lokasi, jalur yang ada sudah tersedia meski di beberapa tempat ada yang rusak dan sulit dilewati. Butuh kehati-hatian jika tak mau jungkir balik dari sepeda motor.

Untuk mobil sendiri belum bisa masuk , bahkan untuk sampai ke pos pun tidak bisa. Harus diparkir di pinggir jalan masuknya. Pada waktu kami kesana terakhir kali, jalan masuknya tampak sementara diperbaiki.

[Updated: Saat ini mobil sudah bisa masuk hingga ke areal pos pemeriksaan, tapi tetap harus berhati-hati karena kondisi jalan yang masih belum terlalu bagus]

Bagi yang hobi trekking, kamu bisa menguji ketahanan fisik dengan berjalan kaki dari pos penjagaan sampai di tepi pantainya. Tenang pemandangan yang ada sangatlah menyegarkan, cukup membawa topi penahan panas, petualangan ala bolang bisa kita rasakan haha.

Nyanyian Padang Rumput, Tebing dan Ombak

Terdapat dua pilihan bagi kita yang berkunjung ke Batu Angus, menikmati hantaman ombak di pantainya yang menyenangkan, atau menaiki tebing-tebing terjal di antara deretan pohon tusam yang rindang, serta hamparan padang rumput yang seakan membuat mata disegarkan kembali.

Apapun pilihan kamu, rasanya takkan ada yang namanya penyesalan di belakang laksana salah memilih jurusan waktu masuk kuliah, hehe.

Saya pribadi lebih menyukai menikmati cantiknya padang rumput laksana lukisan maha indah ini.

Berdiri di bawah pohon pinus yang tinggi, membuat kita menyadari kecilnya kita, dibandingkan alam ciptaan yang diberikan yang Kuasa.

Oke ini sudah mulai puitis hehe.

Spot Foto Menarik

Kamu hobi fotografi? Tempat ini memberikanmu sejuta alasan untuk memotret. Mulai dari mencoba slow speed di deretan bebatuan yang diterpa ombak, hingga foto model di antara ilalang juga bisa dicoba :).

Oh ya waktu pertama kali kami kemari, ada pasangan yang melakukan foto prewed di sini. Siapa tahu aja kamu tertarik, yahh kalo sudah ada pasangannya ya.. 😀 buat yang jomblo tuh banyak pohon pinus buat target framingnya hehe.

Nah kali ini kita tidak akan mengunjungi pantainya kembali, tetapi ke bagian lainnya dari tempat wisata ini, sebuah tempat wisata yang mungkin lebih cocok digambarkan sebagai Batu Angus sesungguhnya.

Kawasan Bebatuan Hitam Legam

Yup, tidak salah baca.

Tempat yang kita tuju kali ini adalah daerah dengan hamparan bebatuan hitam yang tersebar sepanjang mata memandang.

Lokasinya sendiri tidaklah jauh dari daerah pantai batu angus sebelumnya. Masih di desa yang sama, yaitu desa Kasawari,  kita bisa berpindah sekitar beberapa puluh meter dari jalan ke arah pantai batu angus, menuju ke arah utara, dan menemukan gerbang masuk kawasan wisata ini.

Sebelum diizinkan memasuki gerbang areal wisata ini, kita akah dihadapkan dengan pos masuk terlebih dahulu. Silakan melapor sekaligus membayar karcis masuk yang ada. Untuk diketahui, kawasan ini di bawah pengelolaan dari Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Perhutanan.

Setelah menyelesaikan urusan perkarcisan, baru kita diizinkan untuk memasuki daerah wisata alam Batu Angus ini. Jarak dari gerbang sendiri sampai ke tempat parkir di dalam tidak terlalu jauh, hanya saja kamu tetap harus berhati-hati.

Kondisi jalan yang ada tidak terlalu bagus karena masih berupa jalan tanah dan tidak rata.

Lahan parkir yang tersedia cukup luas, sangat bisa menampung kendaraan seperti bus sekalipun.

Oh ya, dari tempat parkir  menuju fasilitas utamanya kita harus berjalan kaki. Tidak  terlalu jauh juga sih.

Setelah berjalan kaki sekitar 1 menit, barulah kita akan menemui lokasi utama kawasan wisata Batu Angus ini. Hamparan bebatuan hitam legam akan tersaji sepanjang mata memandang.i

“Apaan sih? Cuma ada batu-batu saja?”

Yah mungkin itu hal pertama yang akan muncul di benak setiap orang yang baru pertama kali datang ke tempat ini.

Tapi sesungguhnya, kita akan merasa takjub begitu tiba di tempat ini secara langsung. Melihat tanaman yang bahkan bisa tumbuh subur menyeruak di antara bebatuan hitam legam tadi.

Sekedar informasi saja, kawasan ini dulunya merupakan bekas letusan gunung api di masa lampau, semburan bebatuan hitam inilah hasil akhir yang masih bisa terlihat hingga sekarang.

Ingat, lokasi ini merupakan kawasan terbuka dengan jalur trekking yang lumayan panjang, jadi selalu bawa cukup air minum karena di lokasi tidak ada yang jualan, kecuali kamu mau membeli di tempat parkir tadi. Di situ ada warung kecil yang buka juga toilet tersedia.

Di tempat wisatanya sendiri tersedia toilet di bangunan kecil sebelum masuk di jalur trekking tadi. Tapi, saya sendiri belum sempat mengecek kondisi di dalamnya haha.

Jika ingin berteduh terdapat bagian beratap di tengah jalur jembatan kayu ini, tepatnya di sebelah kiri dan kanan. Tempatnya sendiri tidak terlalu luas sehingga kalau ingin berteduh kayaknya harus ganti-gantian. Kurang cocok juga bila kamu ingin bersantap ria membuka bekal di situ.

Daerah ini memang tidak diperuntukkan untuk duduk santai sambil menikmati bekal ya, lebih untuk kamu yang ingin berjalan-jalan santai menikmati udara yang masih bersih di kawasan cagar alam ini.

Beberapa peraturan umum sudah pasti berlaku di tempat ini, seperti jangan buang sampah sembarangan. Hal ini sudah diingatkan penjaga di tempat parkiran sejak awal rombongan turun dari mobil. Sayangnya masih saja ada sampah-sampah yang bertebaran, bahkan seringkali tampak di daerah bebatuan yang ada, hal ini sendiri cukup memprihatinkan untuk dilihat.

Selain itu pastikan untuk mematuhi protokol kesehatan yang ada, berhubung COVID-19 daerah wisata ini sempat ditutup sementara sebelum akhirnya dibuka kembali.

Demikian sebuah panduan singkat bagi kamu yang ingin berwisata di kawasan wisata alam Batu Angus ini. Bisa dikatakan tempat ini merepresentasikan nama Batu Angus yang sesungguhnya, dimana kita akan menemui kawasan penuh bebatuan yang layaknya hangus, hitam legam. Semoga ini bisa bermanfaat bagi kamu yang berencana mengunjungi kota Bitung di suatu hari nanti.

Baca Juga : Taman Wisata Alam Tangkiling

More To Explore

7 Fakta Gunung Agung
Destinasi Jelajah
Admin

7 Fakta Gunung Agung

7 Fakta Gunung Agung: Mahakarya Alam Bali yang Penuh Pesona dan Misteri – Gunung Agung, gunung tertinggi di Pulau Bali dengan ketinggian mencapai 3.031 meter

Read More »
7 Fakta Gunung Talang
Destinasi Jelajah
Admin

7 Fakta Gunung Talang

7 Fakta Gunung Talang: Keindahan dan Misteri di Sumatera Barat – Gunung Talang, salah satu gunung aktif yang terletak di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, adalah

Read More »
7 Fakta Gunung Singgalang
Destinasi Jelajah
Admin

7 Fakta Gunung Singgalang

7 Fakta Gunung Singgalang: Gunung Mistis dengan Pesona Tak Terbantahkan – Gunung Singgalang, salah satu gunung berapi yang sudah tidak aktif, berdiri gagah di Sumatera

Read More »

Populer Trips Hiking

Do You Want To Boost Your Skill Hiking?

drop us a line and keep in touch

Kirim Pesan
Dapatkan Paket Private Trip dari kami dengan pralatan dan pelayanan terbaik serta harga MURAH. Silahkan chat kami untuk info lebih lanjut