Gunung Welirang: Merasakan Aroma Petualangan di Punggung Sang Dewa Belerang. Halo, Sobat Jelajah! Pernahkah kamu mendengar tentang gunung yang selalu mengepulkan asap dan aroma khas belerang, seakan-akan ia sedang berbisik dengan para dewa? Ya, itulah Gunung Welirang. Gunung yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Mojokerto, Jawa Timur ini bukan sekadar gunung biasa. Dengan ketinggian 3.156 meter di atas permukaan laut, Gunung Welirang menawarkan sensasi mendaki yang unik dan berbeda.
Welirang, dalam bahasa Jawa, berarti “belerang,” dan gunung ini memang terkenal dengan cadangan belerangnya yang melimpah. Asap putih yang mengepul dari kawahnya adalah saksi dari aktivitas vulkanik yang masih aktif hingga saat ini. Tetapi, lebih dari sekadar asap dan bau belerang, Gunung Welirang menyimpan sejuta cerita dan pesona yang siap menyambut siapa saja yang berani melangkah menapaki jalurnya.
Tiga Jalur, Satu Tujuan: Menembus Kabut dan Asap
Ada tiga jalur utama yang bisa Sobat Jelajah pilih untuk menaklukkan Gunung Welirang, yakni melalui Desa Tretes, Jalur Sumber Brantas, dan Jalur Lawang. Setiap jalur memiliki karakteristik tersendiri, menawarkan pengalaman yang berbeda, namun tetap dengan satu tujuan: mencapai puncak yang menyuguhkan panorama yang tak terlupakan.
1. Jalur Tretes: Jalur Klasik Sang Penambang Belerang
Jalur pendakian paling populer menuju puncak Welirang adalah Jalur Tretes. Berlokasi di Desa Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, jalur ini menjadi favorit karena kemudahannya di akses dan memiliki infrastruktur yang cukup memadai. Trek ini juga sering di lewati oleh para penambang belerang, yang masih setia mengais rezeki dari perut bumi.
Pendakian dari jalur ini akan memakan waktu sekitar 6-8 jam dengan melewati jalur yang di dominasi oleh batuan vulkanik dan vegetasi yang cukup rimbun. Sobat Jelajah akan melewati Pos Kokopan yang sering dijadikan tempat istirahat para penambang belerang. Melihat mereka memanggul keranjang-keranjang berat berisi belerang yang menyengat akan memberikan kita pelajaran tentang kerja keras dan ketangguhan hidup.
Selain itu, Sobat juga akan melewati Hutan Lumut, yang terkenal dengan pepohonannya yang ditutupi lumut hijau. Tempat ini sering kali di penuhi kabut, menciptakan suasana mistis yang seakan mengajak kita untuk berhenti sejenak dan merenungkan alam.
2. Sumber Brantas: Keindahan di Tengah Hawa Dingin
Jalur kedua yang bisa dicoba adalah Jalur Sumber Brantas, yang dimulai dari Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Batu. Jalur ini menawarkan pemandangan yang lebih hijau dengan trek yang cukup panjang dan menantang. Trek ini cocok bagi Sobat Jelajah yang menginginkan pendakian dengan suasana yang lebih alami dan asri.
Di sepanjang jalur ini, kamu akan melewati perkebunan sayur, hutan pinus, hingga padang rumput yang luas. Di beberapa titik, kita bisa melihat kawanan kera ekor panjang yang bermain di pepohonan. Suasana sejuk dan hawa dingin yang menggigit tulang membuat jalur ini terasa begitu segar, seakan mengajak kita untuk terus melangkah tanpa lelah.
Jalur ini memakan waktu sekitar 8-10 jam menuju puncak. Meski lebih menantang, pengalaman menyusuri jalan setapak di tengah hutan pinus dan mendengar suara gemercik air sungai membuat setiap langkah terasa menyenangkan.
3. Lawang: Menyusuri Lereng di Sisi Timur
Jalur terakhir yang jarang dijamah adalah Jalur Lawang, yang dimulai dari Desa Lawang, Malang. Jalur ini jarang di pilih karena lebih panjang dan memiliki medan yang cukup sulit. Namun, jalur ini menawarkan keindahan yang berbeda, seperti perkebunan teh yang hijau dan hamparan padang ilalang yang luas.
Pendakian melalui jalur ini membutuhkan stamina yang prima dan persiapan yang matang. Jalur ini lebih terjal dan berbatu, namun sesekali kita akan di suguhi pemandangan perbukitan dan lembah yang memukau. Jalur ini sangat direkomendasikan bagi Sobat Jelajah yang suka dengan tantangan dan ingin menikmati keheningan alam sejati.
Puncak Welirang: Bertemu dengan Sang Dewa Belerang
Sesampainya di puncak, Sobat Jelajah akan disambut oleh Kawah Welirang yang mengeluarkan asap putih pekat. Di sinilah kita bisa melihat aktivitas penambangan belerang secara langsung. Para penambang dengan gagah berani memasuki kawah, menggali belerang, dan membawa pulang puluhan kilogram belerang dalam satu kali perjalanan. Sungguh, keberanian mereka adalah pemandangan tersendiri yang membuat kita merenung tentang perjuangan hidup.
Dari puncak Welirang, panorama luar biasa terbentang di hadapan. Di arah selatan, terlihat Gunung Arjuno yang berdiri megah, sementara di arah utara terlihat Gunung Penanggungan yang tampak kecil di kejauhan. Saat matahari terbit, kabut yang menyelimuti lembah di bawah perlahan menghilang, menyisakan pemandangan laut awan yang luar biasa indah.
Di atas sana, kita seolah berada di dunia lain — dunia di mana hanya ada kita, angin yang berbisik, dan aroma belerang yang khas. Suasana mistis dan magis akan membuat siapa pun merasa betah berlama-lama menikmati keindahan ini.
Kisah Mistis dan Legenda Sang Penjaga Gunung
Gunung Welirang tidak hanya di kenal karena keindahan alamnya, tetapi juga menyimpan berbagai kisah mistis yang menarik. Konon, di gunung ini terdapat Nyi Roro Kidul yang dipercaya menjaga gunung dan seluruh penghuninya. Banyak pendaki yang mengaku mendengar suara-suara aneh, melihat bayangan, atau merasakan kehadiran makhluk tak kasat mata di sepanjang perjalanan menuju puncak.
Namun, tak perlu takut, Sobat Jelajah. Selama kita selalu menghormati alam dan menjaga etika selama mendaki, kisah-kisah mistis ini hanya akan menjadi cerita menarik yang bisa kita bagikan saat duduk melingkar di depan api unggun.
Tips Mendaki Gunung Welirang
Untuk mendaki Gunung Welirang, ada beberapa hal yang perlu Sobat Jelajah perhatikan:
- Persiapkan Peralatan Pendakian dengan Matang: Pastikan membawa jaket tebal, sarung tangan, dan perlengkapan tidur yang memadai. Cuaca di Welirang bisa sangat dingin, terutama saat malam hari.
- Bawa Masker atau Penutup Hidung: Mengingat tingginya kandungan belerang di udara, sangat di sarankan membawa masker atau kain penutup hidung untuk melindungi diri dari asap belerang yang bisa mengganggu pernapasan.
- Tetap Ikuti Jalur yang Resmi: Gunakan jalur pendakian yang sudah ditentukan dan hindari mencoba jalur baru. Gunung Welirang masih aktif dan memiliki kawasan yang berbahaya.
- Pahami Cuaca dan Waktu yang Tepat untuk Mendaki: Gunakan aplikasi atau informasi cuaca sebelum mendaki. Hindari mendaki saat musim hujan karena jalur bisa sangat licin dan berbahaya.
- Hormati Para Penambang Belerang: Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang hidup di tengah bahaya, mencari nafkah di antara asap dan belerang. Jangan mengambil foto mereka tanpa izin, dan jika bisa, berikan dukungan moral atau sedikit bantuan sebagai bentuk apresiasi.
Merayakan Hidup di Punggung Sang Dewa
Mendaki Gunung Welirang bukan hanya tentang mencapai puncak, tapi juga tentang merayakan hidup. Di setiap langkah, di setiap tarikan napas, kita di ingatkan betapa kecilnya kita di hadapan alam yang begitu megah. Welirang adalah tentang berani menghadapi tantangan, tentang menikmati perjalanan dan aroma belerang yang khas, tentang menghormati alam dan manusia yang bergantung padanya.
Jadi, Sobat Jelajah, apakah kamu siap untuk merasakan petualangan di punggung Sang Dewa Belerang ini? Siapkan diri mu, pasang ranselmu, dan mari kita berangkat menuju puncak Welirang, tempat di mana langit dan bumi bertemu, dan di mana cerita baru menunggu untuk dituliskan. Selamat mendaki!
Baca Juga : Gunung Wilis: Misteri di Tengah Jawa Timur