Hai Sobat Jelajah! Kali ini, mari kita membenamkan diri ke dalam keindahan alam yang memikat dan legenda yang mengelilingi Gunung Nglanggeran di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Dengan sejarah yang mencapai jutaan tahun lalu dan legenda yang membentuk karakteristiknya, Gunung Nglanggeran menjadi destinasi yang menawarkan lebih dari sekadar panorama indah.
Jejak Sejarah: Gunung Api Purba yang Tersier
Gunung Nglanggeran bukanlah sembarang gunung, melainkan gunung api purba yang terbentuk sekitar 60-70 juta tahun yang lalu, atau dikenal sebagai gunung api tersier (Oligo-Miosen). Terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, gunung ini menjadi bagian dari deretan Pegunungan Baturagung yang menambah pesona alam Yogyakarta.
Batuan Khas yang Mencirikan
Pesona Gunung Nglanggeran tak lepas dari keunikan batuannya yang sangat khas. Didominasi oleh aglomerat dan breksi gunung api, karakteristik geologisnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang tertarik dengan keindahan alam dan ilmu pengetahuan geologi.
Legenda Mistis: Hukuman yang Menjadi Wayang
Tak hanya keindahan alamnya, Nglanggeran juga menyimpan legenda mistis yang melekat erat. Konon, bukit ini menjadi tempat hukuman bagi warga desa yang ceroboh merusak wayang. Legenda menyebutkan bahwa ratusan tahun lalu, penduduk desa mencoba merusak wayang yang dipertunjukkan oleh seorang dalang pada pesta syukuran hasil panen. Dalang yang murka mengutuk mereka menjadi sosok wayang dan mengusir mereka ke Gunung Nglanggeran.
Pengawasan oleh Kyai Ongko Wijoyo dan Punakawan
Menurut kepercayaan lokal, Gunung Nglanggeran di jaga oleh Kyai Ongko Wijoyo dan tokoh pewayangan Punokawan. Bebatuan besar di sekitar gunung di yakini sebagai tempat pertapaan warga, menciptakan aura spiritual yang membuat gunung ini lebih dari sekadar objek wisata alam.
Penemuan Arca dan Ritual Kepercayaan
Nglanggeran menjadi tempat yang sarat dengan kepercayaan dan tradisi. Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semadi di puncak gunung. Selain itu, di gunung ini pernah di temukan arca mirip Ken Dedes, menambah misteri dan ketertarikan terhadap sejarahnya.
Pendakian dan Pertapaan: Keunikan Gunung Api
Meskipun merupakan gunung api purba, Gunung Nglanggeran memiliki bebatuan besar yang sering di gunakan sebagai jalur pendakian dan tempat pertapaan warga sekitar. Puncaknya, Gunung Gede, mencapai ketinggian sekitar 700 meter dari permukaan laut, menciptakan pemandangan spektakuler bagi para pendaki.
Nglanggeran, dengan segala keindahan alam dan cerita mistisnya, memang menjadi tempat yang penuh pesona. Bagi Sobat Jelajah yang suka menggali sejarah dan merasakan aura spiritual, gunung ini menjadi pilihan yang sempurna. Selamat menjelajah dan meresapi keajaiban Nglanggeran!
Baca Juga :
Pendakian Menaklukkan Gunung Nglanggeran: Petualangan di Puncak Purba
Hai Sobat Jelajah! Sekarang, mari kita melangkah lebih dalam ke dalam pengalaman pendakian Nglanggeran, menyusuri jalur tanah dan bebatuan yang sempit. Dengan perjalanan sekitar dua jam, wisatawan akan di hadapkan pada pemandangan yang tak terlupakan di puncak tertinggi gunung api purba ini.
Tantangan Jalur Pendakian
Perjalanan menuju puncak Gunung Nglanggeran mengajak para pendaki melewati jalanan tanah yang berliku serta lorong-lorong bebatuan yang sempit. Dalam perjalanan kurang lebih dua jam, keindahan alam dan keunikannya akan menggoda setiap langkah pendaki. Pemandangan matahari terbenam menjadi hadiah bagi mereka yang memulai perjalanan sore hari, menciptakan momen indah yang tak terlupakan.
Keamanan Pendakian dengan Tali
Gunung Nglanggeran memberikan pengalaman pendakian yang seru dengan beberapa bukit yang perlu di daki menggunakan tali. Meskipun pendakian ini tidak ekstrem, penggunaan tali menambah aspek petualangan dan menantang para pendaki untuk mengatasi rintangan dengan keberanian dan keterampilan.
Papan Petunjuk untuk Menghindari Kesesatan
Demi kenyamanan para pengunjung, terdapat papan petunjuk yang membimbing perjalanan sehingga wisatawan tidak mudah tersesat. Ini adalah langkah proaktif untuk memastikan bahwa setiap pendaki dapat menikmati keindahan Gunung Nglanggeran tanpa kekhawatiran tersesat di tengah perjalanan.
Pengelolaan dan Pengembangan Wisata
Nglanggeran telah menjadi objek wisata sejak tahun 1999, di kelola oleh Karang Taruna Bukit Putra Mandiri. Namun, pada tahun 2008, Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih dan meningkatkan fasilitas-fasilitasnya. Pengelolaan yang lebih terstruktur membuka peluang bagi pengunjung untuk menikmati lebih banyak potensi budaya dan ekowisata di sekitar situs gunung api ini.
Embung dan Fasilitas Lengkap
Di sekitar Gunung Nglanggeran, terdapat embung yang berfungsi sebagai kolam penampung air hujan. Embung seluas sekitar 5.000 meter persegi ini tidak hanya menyuburkan kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekitarnya, tetapi juga memenuhi kebutuhan petani untuk mengairi sawah pada musim kemarau. Para pengunjung dapat menikmati keindahan embung, melihat matahari terbenam, dan menatap gunung api purba di seberang embung.
Harga Tiket dan Pengelolaan Resmi
Harga tiket masuk Gunung Nglanggeran memberikan akses ke keajaiban alam Jogja ini. Mulai dari Rp15.000,00 di siang hari hingga Rp20.000,00 di malam hari untuk wisatawan domestik, dan Rp30.000,00 untuk wisatawan asing. Pengelolaan resmi oleh Karang Taruna Desa Nglanggeran memastikan pengunjung dapat menikmati fasilitas dan pengalaman yang optimal.
Gunung Nglanggeran dalam Budaya Populer
Tidak hanya terkenal di dunia nyata, Nglanggeran juga di sebutkan dalam lagu dangdut karya Didi Kempot berjudul “Banyu Langit.” Lagu tersebut merinci keindahan dan kemegahan gunung api purba yang berada di Nglanggeran, Wonosari, Yogyakarta, menambah daya tariknya dalam budaya populer.
Gunung Nglanggeran tidak hanya menjadi destinasi pendakian yang menantang, tetapi juga melibatkan para pengunjung dalam keajaiban alam dan kekayaan budaya. Mari bersama-sama merayakan petualangan di puncak purba ini dan menyatu dengan keindahan alam Jogja! Selamat menikmati perjalanan, Sobat Jelajah!
Baca Juga : Gunung Sunda: Jejak Megah Gunung Berapi Purba